Panggonan Laman

Rabu, 30 Maret 2011

Cerita 13 - Teman (SAHABAT ITU ASU)




Mengawali siang denganmu
Meninggalkan pagi katamu,
mengharap sore-sore yang...
"apa yang kau bayangkan?"

Cara kepergianmu teman...
Adalah kepergianmu meninggalkan sisa-sisa yang tak sia-sia
Mengumandangkan setengah jiwa yang kau punya katanya aku bisa membacanya




letakkan saja.......
diamkanlah saja...
sebab, walau meskipun apapun siapapun kenapa...
tak akan pernah ada jawabnya


lalu apa? kamu selalu ada
dan bukan masalah waktu, lalu...
bukan waktu yang ku maksudkan...
lalu apa? kamu selalu bertanya
dan bukan masalah jawaban, lalu...
bukan jawaban yang ku harapkan...


dengar cerita ini,
Jam 19.00 malam. "Waktu" itu aku lagi blajar mencari "jawaban" soal matematika dari Bu Indras. Dalam hati ku merekam bisikan rayuan. Besok pagi soal ujian nasionalnya matematika, bagiku tak sesulit memahami temanku. Harus selesai materi malam ini juga. Sesaat hape-ku bergetar tanda ada sms masuk.

,Sin, ak dikerikin, ak msuk angin. skr ..
,ibukku minggat mboh nengdi ..

Ini pilihan berat. Apa yang harus ku pilih. Belajar, atau teman? Ini sulit. Teringat dari itu, "bukan waktu yang ku maksudkan, bukan jawaban yang ku harapkan." Sampai sekarang-pun aku tak tau. Walau saat itu ku pilih datang ke-rumahnya dan segera mengerik badannya. Mengerik tiap lekat centi kulit punggungnya yang dingin, hingga merah menyala-nyala. Hingga selesai semuanya. Hingga capek jari ini. Hingga aku kelupaan dengan belajarku.

Apa sih arti teman, kenapa aku sampai berbuat sedemikian rupa?

Pukul 00.00 malam, kulanjutkan belajar sambil minum susu coklat panas kesukaanku. Se-biasanya sih, ditemani radio. Dari situ aku mendengar suatu kalimat tentang arti teman. Katanya, kita akan benar-benar kuat saat melindungi teman.

Hmm....menurutku tidak juga. Bergulir waktu, tak terasa saat itu sudah pukul 00.13 pagi. Sendirian di kamar, duduk dikursi dan menyandarkan tangan di meja belajar. Kini malam tak menjumpai ketenangan. Badanku terasa lemas, mengikuti alunan suara hewan-hewan malam yang mengisi kesunyian. Suara nada dering hape berbunyi merobek suara-suara kehidupan malam di luar sana. Dengan ragu kuangkat hape-ku, karena nomor yang masuk diterima sebagai private number. Seorang cewe dengan suara nyaring nan lembut berbicara seakan membaca isi otakku. 

"sering ya kamu ngorbanin diri demi orang lain, tapi kamu sendiri gak menyadari kalau sebenarnya kamu gak ikhlas"

Padahal aku belum sempat menyapanya, bahkan bilang halo tak sempat kututurkan, ehh...sudah ditutup telponnya.


"Ada apa ini, suara cewe itu siapa ya...?" gumamku dalam hati. Dari kejadian-kejadian tadi, meng-intuisikan kejadian masalaluku. Aku, selalu mengalah buat orang lain.

"Tapi aku juga masih hidup", gumamku lagi. Selaku untuk menyemangati diriku sendiri yang entah kenapa aku seperti itu. Aku selalu merasa bahwa aku akan baik-baik saja dengan sifatku yang seperti itu. Terlebih aku merasa sangat mampu untuk memiliki sifat itu. Sifat seorang yang baik, selalu menolong orang lain dan kadang lupa akan kebutuhan dirinya sendiri.

,apa? kau masih hidup?  ..

Dia lagi, orang yang ku tolong tadi sms ke hape-ku dengan kalimat pertanyaan yang seolah tak setuju dengan apa yang aku pikirkan. Ini gila! Dia kenapa bisa membaca yang aku pikirkan. Apa sebenarnya ini? Buatku semakin takut...

Hape-ku berbunyi lagi, ada yang telpon dengan private number. Ku angkat segera dan...

"Hallo ! Ini siapa?!" sapaku tegas.
"Assalamu Alaikum..." suara cewe yang tadi. Tapi kini alunan nada bicaranya berubah, seakan ingin menangis.
"Walaikum Salam, maaf ini dengan siapa? Ada perlu apa jam segini telpon aku?" jawabku penasaran.
"Kamu Sinto ya?" jawabnya yang tak menggubris pertanyaanku.
"Iya ini aku, kamu siapa?" tanyaku sekali lagi.
"Aku Martha, aku sudah suka kamu semenjak aku tinggal dikamar ini" jawabnya.
"Pake bahasa jawa aja!" suruhku tegas.
"Aku pake bahasa roh, dan kamu yang bisa memakai bahasa roh, kamu bisa bahasa roh...hihihihihihahahahaha" dia ketawa seolah mengejekku.
"Kamu siapa to? Apa aku pernah berbuat salah ma kamu?" jawabku gemetar karna takut.
"Bisa gak malam ini kamu keluar rumah, ambil 13 biji melinjo merah yang berjatuhan di belakang rumah terus simpen di bawah bantal tidurmu...hihihihihaahahaaaa..." tawanya sedikit seram.
"Yooh !!" jawabku. Ia langsung menutup hubungan pembicaraan ini.

Segera ku ambil melinjo itu, memungutnya satu per-satu hingga genap 13 biji, lalu ku bawa masuk sambil lari ketakutan. Pukul 00.47 dini hari, baru aja sampai kamar tidur cewe itu telpon lagi.

"Hallo...ini udah" sapaku.
"Belum, hihihi..." jawabnya ketawa pendek.
"Kenapa, jumlahnya 13 kan?" jawabku.
"Yang merah cuma 7, yang 6 hijau...hihihi, ayo donk temuin" ajaknya agak memaksa.
"Kenapa nyuruh gitu? Aku gak mau! Di luar gelap, gak keliatan, aku takut" jawabku.
"Katanya kamu selalu mau berkorban untuk orang lain..hihihi" kata-katanyanya seakan menyindirku, membuatku merasa malu akan kata-kata yang selalu kututurkan.
"OK, tapi jangan tutup telponnya. Temani aku keluar!" ajakku ke dia, jujur aku takut banget waktu itu.

Sambil mengobrol di TKP, gak terasa sampai jam 2an malam, belum ketemu juga. Badanku terasa berat dan semuanya tiba-tiba jadi gelap gulita. Lalu aku terbangun dari tidurku. Ternyata cuma mimpi. Masih jam 21.25 dini hari. Ada sms masuk lagi...

,Sin, thx yow udah ngerikin aku tadi ..

Segera ku telpon temanku. Menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi padaku malam ini.

"Hoi, aku dari tadi tidur. Emang aku udah datang kerumahmu? Kayaknya aku cuma mimpi." tanyaku langsung.
"Udah dongo! Kamu kerumahku sekitar jam 8 malam" jawabnya.


Ini semua apa? tanyaku dalam hati. Ini gila, ini dejavu. Apa arti dari "waktu" dan  "jawaban" dari semua kejadian ini. Siapa Martha? Dimana semua latar-latar ini dengan mudah muncul dan meghilang begitu saja? Membuatku begadang semalaman tanpa belajar, hanya melamun sambil minum susu coklat hobiku. Keesokan harinya saat Ujian Nasional berlangsung, kukerjakan soal itu satu per-satu dengan mudah. Entah kenapa aku bisa mengerjakannya.
"Ini mukjizat atau kutukan?" gumamku.

Ya, ini bukan masalah waktu. Ini bukan tentang mencari jawaban, sebuah alasan kenapa ini terjadi dan kenapa aku melakukannya. Aku, berkunjung di latar yang belum pernah ku temui. 13 biji melinjo ini juga ada, 7 merah, 6 hijau. Aku mulai menyingkiri semua itu. Tak menyimpulkan suatu apapun. Apapun? Jadi ini sebenarnya adalah suatu hal, bahkan mungkin rangkaian dari semua hal yang tersusun-himpun. Aku harus, apa...?

Masih bertanya dan mengharap jawaban lagi. Dan sebenarnya siapa yang akan kutanyai, siapa yang akan memberikan jawaban? Bahkan aku bertanya dalam doa, kata Tuhan aku bisa mencarinya sendiri.

Beberapa hari telah berlalu. Namun masih membuatku penasaran. Selalu dengan Guntur, teman yang kutolong waktu itu. Berdua duduk berjejer di pinggir pantai selatan, tak mencari jawaban atas apapun itu. Tapi kami mampu merasakannya. Dan diam, tanpa berbicara. Memandang wadah air samudera Hindia.

"Sin, aku tau...!" serunya.
"Apa...?" tanyaku.
"Aku tahu kamu mau bilang 'apa' ?" tanyanya padaku dengan ceria.
"Apa...?" tanyaku lagi.
"Nah, itu jawabannya, aku bisa tahu kalo kamu mau bilang 'apa'...wkwkwkwkkwkwkwkw" jawabnya.
"Goblok! Konyol! wkwkwkwkwkwkwkwkw" jawabku dengan ceria.


Aku tercengang sejenak. Ya, aku menemukannya. Dia memberikan kunci jawaban dari semua ini. Semua yang ku ceritakan ke Guntur, tentang kejadian malam itu. Hahahaha...bodohnya aku.

"Bisa kamu simpulkan kan?" tanyanya sambil meninggalkan tempat ia duduk.
"Iya, aku tahu" jawabku lega.

Selalu aku bertanya, apa, kenapa. Jadi ini ya. Ternyata apa yang selalu aku tanyakan, sebenarnya seluruh jawaban tersirat di pelupuk pertanyaan itu. Sungguh ironis diriku. Dia, yang selalu merepotkanku, selalu menggangguku, selalu minta bantuan kepadaku. Ternyata di balik itu, dia memberiku pertanyaan besar. Sebuah pertanyaan hidup yang rumit ku temukan jawabannya. 

"Apa aku sudah ikhlas untuk berbuat demikian hingga telah menjadi sifatku?" pertanyaan yang tak perlu dijawab. Dia tersenyum dari jauh dan berteriak...

"SINTO......!! SAHABAT ITU ASU!!" teriaknya.
"ASU APA MAKSUDMU......?!" seru tanyaku.
"AKU SAKIT UNTUKMU" jawabnya.
"PANCEN KOWE ASU !!" jawabku sambil ketawa.

Yah, dia menganggap keberadaanku. Dia sakit, membuatku repot menolongnya. Huh...ternyata ada yang menyuruhnya untuk membantuku mencari jawaban dari semua kejadian ini. Ini mustahil, pasti ada yang mengatur di balik semua yang terjadi ini. Mengatur? Siapa? Tuhan? Ya. jawabku tegas. Guntur, dia sahabatku dari kecil. Dari awal, kenapa aku rela datang kerumahnya, menolongnya. Ternyata Tuhan menciptakannya untuk menemaniku disini. Seolah dia itu mataku, yang selalu tepat menebak jarak pandangku. Ia selalu bersumbar, bahwa kita hanya sebatang lidi yang mencoba menembus bumi. Dari kenapa aku mengikuti apa yang di inginkan hantu cewe dikamarku, aku jadi tak pernah takut akan hantu lagi. Yah, cerita ketakutan hantu ku musnahkan.Dengan cara aku bersyukur ternyata aku sadar. Aku yang manusia, hidup di alam nyata, sebagai makhluk Tuhan yang se-citra dengan Allah masih penuh dengan dosa. Aku masih belajar bagaimana rasa ikhlas. Aku masih jauh dari kebaikan. Aku tak boleh sombong dan menganggap diriku ini orang baik. Bagai wayang yang dhalangnya hanya diam dan tak mau memberi jawaban.

Semua kejadian ini, membuatku bahagia. "Sahabat itu asu! hahaha..." kami ketawa teriak-teriak sepuasnya sampai malam tiba. Dari semua kejadian ini, aku tak menyimpulkannya. Tapi, aku hanya memakainya untuk menghadapi yang esok. Esok, pasti ada masalah yang lebih berat dari kemarin. Esok, pasti tantangan akan lebih seru.

"Tak semudah itu mencari kesimpulan, jawaban alasan atas semua kemauan. Tapi dia mengajariku. Jawabannya sedikit, tapi mengartikan semua latar. Semua sudut utopia yang terlihat  tak berwarna. Karena itu, jangan hanya bertanya atas "waktu" dan "jawaban "yang sebenarnya kita sendiri tahu. Saat aku berkorban, saat aku melindungi semuanya, teman, sahabat, keluarga, pacar, saudara, bahkan impian dan cita-cita, aku...akan benar-benar kuat. Semua itu belum sepenuhnya ku lakukan. Terimakasih Tuhan. Kami Teman."


sepanjang jalan,
tak akan ku jadi jalang, 
ku tak takut mendiang datang mencuri keterikatan kami
ufuk jalan, di balik layar penampakan
serumpamakan ini adalah perjalanan yang mempunyai klimaks,
tak harus disimpulkan, cukup dengan jalan dilakukan
bukan untuk ditanyakan
bukan untuk dipecahkan
bukan antara aku dan kau, 
kau dan mereka, 
aku dan kita.

"semua berakhir antara diri kita pribadi dengan Tuhan"
semua adalah kepadaNya.


bukan suatu kesimpulan
sahabat itu asu :-)




pramusinto, 21 Januari 2011



Nonton Bokep





bermain di warnet saat pulang sekolah.
dari sekolah ini adalah pelajaran kehidupan yang kupetik.
melihat apa yang dilakukan orang dewasa setelah menikah.
itu pun belum berasa...
penantian akan merasakan itu terus berlanjut.